Sabtu, 10 April 2010

Bab 3 paper Istitha'ah dalam nikah

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Dari pemaparan-pemaparan yang sebelumnya telah dijelaskan, dapat ditarik kesimpulan yaitu, istitha’ah berarti kemampuan dan kesanggupan melakukan sesuatu. Akar katanya adalah طاع- يطوع- طوعا  yang berarti tunduk, patuh, dan taat.
Nikah secara bahasa (etimologi) berarti mengumpulkan, menggabungkan, menjodohkan, atau bersenggama. Sedangkan definisi nikah secara syara’ adalah suatu akad yang mengarah kepada bolehnya jima’ dengan mengucapkan lafadz nikah.
Pernikahan dianggap sah apabila rukun nikah dan syarat-syaratnya telah terpenuhi. Syarat-syaratnya adalah sebagai berikut:
·        Calon istri, yang bukan merupakan mahram dari calon suami
·        Calon suami
·        Nikah harus dihadiri oleh minimal dua orang saksi
·        Wali, yaitu seseorang yang memiliki kekuasaan untuk mengakadnikahkan seorang perempuan yang ada dibawah perwaliannya.
·        Mahar (mas kawin)
Hadits yang telah dianalisa tersebut memiliki rowi yang siqoh, dan sifatnya saling menguatkan serta tidak bertentangan, terputus, atau bertolak belakang dengan Al-Qur’an atau hadits lain. Hadits ini termasuk ‘Hadits Marfu’ Muttasil’ karena bersambung sanadnya atau rowinya sampai ke Nabi Salallahu Alaihi wa Salam.
Hukum nikah bisa berubah-ubah secara kondisional. Jumhur ulama menetapkan ada lima, yaitu:
·        Sunnah, berdasarkan hadits Rasul
·        Mubah, jika orang tersebut tidak mempunyai faktor pendorong atau faktor yang melarang untuk menikah.
·        Wajib, jika orang tersebut secara jasmani dan rohani sudah layak untuk menikah serta mampu membiayai keluarganya. Dan bila ia tidak menikah, khawatir jatuh pada perbuatan zina.
·        Makruh, jika orang tersebut secara jasmani dan rohani sudah layak untuk menikah namun belum mampu secara finansial. Orang semacam ini dianjurkan untuk tidak menikah terlebih dahulu dan mengendalikan nafsunya dengan puasa.
·        Haram, jika orang tersebut menikah dengan maksud mendzalimi pasangannya. Pernikahan ini sah menurut syari’at jika terpenuhi syarat dan rukunnya. Akan tetapi pernikahan seperti ini berdosa di hadapan Allah karena tujuannya buruk.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar